Salam damai.
Kali ini kami akan memberikan penjelasan tentang ziarah sebagai bentuk devosional yang kami ambil dari beberapa sumber.
ZIARAH SEBAGAI SUATU BENTUK DEVOSIONAL
Frans. Hermawan
Praktek devosi yang sering marak dilakukan umat katolik pada bulan Maria adalah berziarah ke gua Maria atau ke tempat ziarah yang lain, misalnya, Poh sarang, Sendangsono, sriningsih, gua kerep , Jatiningsih klepu, gua tritis gunung kidul, Grabag magelang , Lourdes dan sebagainya. Bahkan ada yang rutin melaksanakan ziarah pada hari hari tertentu misalnya setiap jum at kliwon , jum at legi ke pohsarang, grabag, tritis. Timbul pertanyaan dalam hati kita apa makna ziarah dan pentingnya dalam menunjang penghayatan hidup iman kita ? Banyak dan sering dalam praktek ziarah umat hanya terhenti pada devosi dan melupakan alamat yang sebenarnya yaitu Yesus yang merupakan tujuan akhir dari bentuk devosi dan perziarahan hidup manusia . Fenomena yang berkembang saat ini adalah ziarah menjadi suatu trend dan sekedar tour wisata. Dampaknya mendorong Gereja paroki untuk berlomba membuka tempat ziarah baru. Disisi lain mendorong biro perjalanan untuk menawarkan ziarah rohani ketempat suci, baik didalam maupun ke luar negeri.
Ada anggapan diantara umat bahwa kalau sudah ziarah ke pohsarang, palestina merasa lebih “ katolik “ ketimbang umat lain yang Cuma ke sriningsih atau sendang sono, atau umat yang lain yang tidak pernah ziarah. Apakah seperti ini pemahaman umat tentang makna ziarah katolik ?
SEJARAH ZIARAH
Praktek ziarah sudah ada dalam tradisi bangsa Yahudi yang dilaksanakan setiap tahun berziarah ke Bait suci Yerusalem . Yesus sendiri untuk pertama kalinya berziarah pada usia 12 tahun. Kebiasaan masyarakat Yahudi ketika berziarah mereka menyanyikan mazmur pujian (Mzm 120-134) khususnya mazmur 122 yang melukiskan sejak abad I, orang Kristen biasa berziarah ketanah suci (Palestina ) untuk napak tilas kehidupan Yesus, khususnya jalan salib-Nya. Kemudian tujuan ziarah dikembangkan, ke Roma, yakni di makam st Petrus dan st Paulus. Timbulnya perang salib pada abad XI – XII juga dipicu oleh gangguan tentara Turki terhadap para peziarah di Tanah suci.
Pada akhir abad pertengahn tempat-tempat ziarah mulai marak yang semuanya tertuju pada devosi kepada Bunda Maria, khususnya tempat penampakan Bunda Maria.
MAKNA ZIARAH BAGI UMAT KATOLIK
GEREJA DALAM PERZIARAHAN
Ketika berziarah kita meninggalkan kesibukan sehari hari dan menuju ke tempat ziarah. Perjalanan fisik ini mengingatkan kita bahwa manusia , kita semua (Gereja) sedang berziarah menuju tanah surgawi yang dijanjikan oleh Tuhan (lih. Ibr 11 : 16}. Gerak perjalanan kita adalah menuju kepenuhan kerajaan Allah pada akhir zaman.
Dalam Alkitab dikatakan bahwa waktu dilihat sebagai garis lurus yang bergerak maju, sepertinya bangsa Israel yang keluar dari perbudakan Mesir di bawah bimbingan Musa
Waktu bukan dilihat seperti perputaran roda kehidupan atau peruntungan nasib. Umat israel percaya akan tuntunan dan bimbingan Tuhan meskipun tantangan dan hambatan selalu menjadi bagian dari kehidupan mereka. Demikian juga Gereja dalam perjalanan selalu mengalami persoalan dan kesulitan. Sebgai umat kita semua yakin akan bimbingan pertolongan Tuhan yang senantiasa akan menyertai sampai akhir zaman ( Mat 28 : 20 ).
ZIARAH SEBAGAI UNGKAPAN TOBAT
Pesiarahan menuntut adanya pengorbanan, baik fisik maupun beban psikologis, misalnya harus berjalan menuju ke tempat ziarah, naik ke perbukitan yang sepi. Pengorbanan, lelah fisik maupun psikis merupakan bentuk silih dan ungkapan tobat atas dosa-dosa dan kerapuhan hidup manusia. Ziarah juga mau menunjukan kepada manusia tentang pentingnya spiritualitas keinginan manusia mau meninggalkan jalan yang tidak benar dan mau menempuh jalan yang dituntun oleh Tuhan ( Metanoya ) . Maka seyogyanya pada saat kita melaksanakan ziarah dilengkapi dengan penerimaan sakramen tobat dan Sakramen Ekaristi.
ZIARAH SEBAGAI BENTUK DIMENSI KESATUAN
Gereja dalah persekutuan murid-murid Kristus yang dibaptis dengan Roh yang satu dan sama, dan membentuk suatu paguyuban serta mengambil bagian dalam wafat dan kebangkitan Kristus. Tempat ziarah merupakan sarana untuk berkumpul umat dari berbagai paroki , suku , komunitas , dan mempunyai ujub, gerak devosi yang sama. Maka disini nampak dari berbagai kemajemukan berhimpun menjadi satu dalam Gereja
MENGAPA UMAT PERLU BERZIARAH ?
Ziarah yang dilakukan merupakan bentuk ungkapan penghayatan iman bukan suatu kewajiban seperti umroh , naik haji dengan konsekuensi mendapat gelar setelah dilaksanakan. Ziarah tidak menunjukan apakah seseorang itu lebih katolik dari pada yang lain, sebab ukuran menjadi murid Kristus adalah mngamalkan ajaran cinta kasih. Dengan berziarah manusia bisa mengungkapkan iman melalui penghormatan dan pujian kepada Bunda Maria, meskipun ada beberapa bentuk devosi yang lain misalnya; Novena , Doa Rosario , Litani , dsb. Tidak dipungkiri umat bahwa tempat ziarah menjadi alternatif yang nges dan sreg dalam berkomunikasi melalaui doa. Semakin sering suatu tempat dijadikan tempat doa, semakin suasana nges dan sreg terasa.
BEBERAPA CATATAN KRITIS UNTUK PARA PEZIARAH
Agar kita dapat berziarah dengan iman yang benar dan tertuju pada alamat peziarahan serta tercipta suasana nges dan sreg dalam berdoa, ada beberapa catatan kritis sebagai bahan permenungan.
1. Waspadalah Bahaya Takhayul !
Ada anggapan yang keliru dalam praktek ziarah yaitu apabila 3 kali berturut turut ke tempat ziarah tertentu pasti intensiku terkabul , ataupun ada anggapan ziarah ketempat tertentu dan membawa air, bunga, ataupun benda benda dari tempat ziarah pasti topcer, manjur dan terkabul. Praktek pemikiran magis justru akan dapat menggerogoti iman kita. Lalu apa bedanya dengan ziarah ke gunung kawi, pulang membawa kembang wijaya kusuma? Manjur, tocer , terkabul adalah kehendak Tuhan, bukan manusia yang memaksakan, maka waspadalah.
2. Ziarah sekedar mencari hadiahnya ?
Sering terjadi orang berziarah hanya sekedar mencari hadiahnya. Mereka suka mengunjungi tempat tempat ziarah yang paling favorit , topcer . Misalnya : Pohsarang, Kerep Ambarawa, Candi Ganjuran. Ada yang yang berziarah setiap malam jum at legi pergi ke Gunung Kawi. Dengan adanya Pohsarang orang mulai beralih kesana. Tetapi, karena yang dicari Cuma hadiahnya,cuma pemberian-Nya, bukan Pemberi-Nya itu sendiri, dia kan tergoda untuk membanding- bandingkannya, mana yang lebih manjur, Gunung Kawi atau Pohsarang. Bila Pohsarang tidak lagi memberikan hasil, dia balik lagi ke Gunung Kawi. Itulah kalau motivasinya hanya sekedar mencari hadiah. Padahal, dalam Devosi Maria termasuk ziarah ini kita mau belajar dan meneladan iman Bunda Maria. Ziarah yang kita lakukan diharapkan mampu mendorong kita meneladan kesabaran, ketabahan, keibuan,kepasrahan, kesetiaan, dan ketaatan Bunda Maria.
3. Buah Ziarah harus berakar dalam Gereja setempat
Umat yang rajin berziarah, hendaknya jangan melupakan komunitas umat setempat ( wil / lingkungan ). Umat boleh rajin berziarah, tapi kegiatan paroki , lingkungan, tidak mau nongol, ada permasalahan sedikit ” mutung ” dengan paroki, lingkungan , komunitas basis. Padahal , justru melalui lingkungan, kelompok basis, kategorial, kita bisa saling berbagi, bersekutu, mewujudkan iman kita. Jangan sampai Praktek ziarah ini justru memperpersempit iman kita, yakni sekedar motivasi pribadi dan mencari keselamatan individual. Bersama umat yang lain, kita dipanggil mengembangkan dan mewujudnyatakan kerajaan Allah agar perziarahan iman kita sampat pada tujuan, yakni Tanah Air Surgawi.
Sumber: Disarikan dari buku ” Menghidupi tradisi katolik "
: http://stmikaelpa.blogspot.com/2010/06/ziarah-sebagai-suatu-bentuk-devosional.html?m=1